Catatan Sepanjang Poso

Icon

menjadi jurnalis | bekerja untuk orang banyak

Pengobatan Gratis untuk Rekonsiliasi

Poso – Berbeda dengan daerah lain Dinas Kesehatan Kabupaten Poso bersama Polisi Masyarakat memanfaatkan hari libur nasional dengan memberikan pelayanan dan pengobatan gratis kepada ratusan warga korban kerusuhan Poso.

Sedikitnya 100 warga poso baik Islam maupun Kristen Kamis (17/5) ramai-ramai mendatangi Kantor Kelurahan Sintuwu Lembah, Kecamatan Lage. Warga yang umumnya usia lanjut ini satu per satu mendapat pengobatan dan konsultasi kesehatan gratis dari tim medis yang telah disiapkan.

Warga yang berobat umumnya menderita penyakit sesak nafas, batuk dan gangguan pendengaran serta penglihatan. Mereka sangat senang karena bias mendapatkan pelayanan kesehatan gratis di saat ekonomi sulit saat ini.

Sutiyem, warga kelurahan Sintuwulemba mengaku cukup senang bisa mendapat pengobatan secara cuma-cuma apalagi ia berasal dari keluarga tidak mampu. Dengan pengobatan ini, ia berharap penyakit yang diderita selama ini bisa sembuh dan membaik.

“Saya ini sudah tua dan sering pusing-pusing, pandangan mata saya biasa berkunang-kunang,” tutur Sutiyem dalam logat Jawa yang masih kental, meski sudah puluhan tahun tinggal di KM 9.

Pmilihan Sintuwulemba yang juga dikenal dengan sebutan KM 9 sebagai lokasi pengobatan gratis tak lain untuk membangun kembali rekonsiliasi umat Islam dan Kristen di daerah bekas konflik ini. Selain itu juga untuk menghidupkan kembali kawasan yang bak kota mati karena ditinggal penduduknya. Dinas Kesehatan berencana menggilir pengobatan gratis di seluruh wilayah Poso.

Sintuwulemba alias KM 9 dulu cukup dikenal warga karena di lokasi inilah ratusan warga muslim tewas dalam konflik bernuansa sara 2001 silam. Di kawasan ini berdiri pula pesantren yang cukup tersohor ketika itu, yakni Pesantren Walisongo yang berafiliasi ke Muhammadiyah. Akibat konflik, kawasan ini bagaikan kota mati karena sisa warga yang selamat semuanya lari
dan mengungsi.***

Filed under: Uncategorized

Terkait Illegal Logging, Ketua DPRD Poso Didesak Turun

Poso – Tidak Kurang dari 500 warga Poso, Sulawesi Tengah, Senin (14/5) menggelar unjuk rasa menuntut Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Poso Sawerigading Pelima dicopot dan turun dari jabatannya karena dinilai gagal dalam menjalankan amanah rakyat. Hal itu terkait dengan kasus illegal logging atau pembalakan liar yang melibatkan anggota Dewan dan kasus korupsi dana pemekaran Provinsi Sulawesi Timur serta beberapa kasus lainnya.

Ratusan massa yang menamakan diri Aliansi Masyarakat Bersaudara Sintuwu Maroso Poso ini mendatangi kantor DPRD Poso sekitar dengan membawa spanduk dan selebaran yang rata-rata isinya meminta Ketua Dewan Sawerigading Pelima harus mundur dan turun dari jabatannya. Di Kantor Dewan pimpinan massa kemudian bergantian untuk berorasi.

Dalam orasinya, massa meminta kepada Pelima yang juga Ketua Partai Damai Sejahtera Poso ini segera turun dari jabatannya karena dianggap gagal dalam menjalankan tugasnya. Pelima dan anggotanya dinilai tidak mampu mengemban amanah dari rakyat yang terwakilkan.

“Sejumlah anggota dewan terlibat kasus illegal logging, kemudian diduga melakukan korupsi dana pemekaran Provinsi Sulawesi Timur serta sejumlah kasus lainnya, tapi sampai saat ini kami tidak mendengar apa tindakan Ketua Dewan kepada anggotanya itu,” kata Hasan Lumi, tokoh masyarakat setempat.

Namun, karena Pelima tidak ada di tempat, massa hanya diterima oleh Wakil Ketua Dewan Poso Herry Sarumpaet. Menanggapi tuntutan warga, Herry menjawab tidak ada alasan untuk mencopot dan menurunkan S Pelima dari jabatannya.

“Saya kira Dewan sudah memenuhi tuntutan masyarakat tersebut. Kami menyerahkan penanganan hukumnya kepada aparat berwenang dan sesuai prosedur hokum yang berlaku,” kata Herry.

Karena tidak puas dengan penjelasan Dewan, massa memilih keluar dan membubarkan diri. Mereka mengancam akan melakukan aksi kembali jika tuntutan mereka tidak direspon secara serius.***

Filed under: Uncategorized

Bea Cukai Tangkap 20 Ton Bahan Peledak

Palu – Ratusan karung bahan peledak jenis Ammonium Nitrat disita aparat Bea dan Cukai Pantoloan, di Perairan Laut Mangkaliat, Sulawesi Tengah. Bahan peledak yang mencapai dua puluh ton ini berasal dari Tawau, Malaysia dan rencannya akan dibawa menuju Takabonerate, Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan.

Penangkapan ratusan karung bahan peledak ini bermula ketika Satuan Tugas Bea dan Cukai yang melakukan patroli di Kawasan Perairan Laut Tolitoli melihat sebuah kapal motor berbendera Indonesia bernama KLM Surya Indah, Jumat dini hari lalu. Karena curiga, aparat Bea dan Cukai kemudian mencegat kapal ini.

Saat diperiksa, ternyata kapal ini mengangkut 820 karung pupuk Ammonium Nitrat buatan Perancis, yang kerap digunakan sebagai bahan baku pembuatan bom. Untuk mengelabui petugas, pemilik melapisi karung ini dengan dengan karung plastik kosong. Sang juragan kapal bernama Atikurahman yang diinterogasi tidak mampu menunjukkan dokumen resmi dan hanya dilengkapi dokumen Kasta dari Malaysia. Petugas Bea dan Cukai pun membawa kapal yang pengangkut ratusan karung Ammonium Nitrat ini ke Pantoloan.

Menurut ketua tim Satgas Bea dan Cukai Pantoloan, Prasetyo dari keterangan juragan kapal menyebutkan kalau ratusan karung Ammonium Nitrat ini dibawa dari Tawau, Malaysia dan rencananya dibawa ke Takabonerate, Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan. Bahan peledak ini menurut pengakuan juragan akan digunakan untuk membuka lahan kelapa sawit di Takabonerate.

“Kami masih menyelidiki intensif juragan dan ABK kapal ini, tidak menutup kemungkinan barang berbahaya yang biasanya dijadikan bahan peledak ini akan diselundupkan ke Poso dan Palopo untuk disalahgunakan seperti yang sudah-sudah,” kata Prasetyo, Minggu (13/5) siang di Pangkalan Bea dan Cukai, Pantoloan, Sulawesi Tengah.

Saat ini, juragan kapal motor surya indah diamankan dan dititip di Rumah Tahanan Maesa Palu. Sedangkan ratusan karung bahan peledak serta kapalnya diamankan di Pangkalan Bea dan Cukai Pantoloan.***

Filed under: Uncategorized

Menyelesaikan Konflik dengan Damai dan Beradab

Tidak kurang 250 pemuda dari berbagai provinsi di Indonesia berkumpul di Palu, Sulawesi Tengah, 30 April – 1 Mei 2007 lalu. Mereka duduk berhadapan dalam satu meja di Silae Convention Hall, tepat di bibir Teluk Palu. Para pemuda yang tergabung dalam Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) itu bertemu untuk bicara bagaimana menyelesaikan konflik komunal yang masih terus terjadi di Indonesia. Mereka memusatkan perhatian pada penyelesaian konflik di Tanah Air semisal di Poso dan Ambon. Yang menarik pembicara utamanya adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hal-hal penting apa saja yang mengemuka pada kesempatan itu? Berikut catatan penting catatanposodotcom.

PERTEMUAN ratusan wakil-wakil pemuda dari seluruh Tanah Air itu, sejak awal diniati mendesak Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Resolusi Konflik untuk menjadi payung hukum yang benar-benar kuat bagi aparat untuk penyelesaian konflik dan penegakan hukum.

Ketua DPD KNPI Sulteng Hardi D Yambas mengatakan, selama ini peranan pemuda terkesan diabaikan dalam penyelesaian konflik di Indonesia. Padahal, pemuda adalah generasi penerus yang dituntut mampu menyelesaikan persoalan bangsa di masa depan, termasuk berbagai potensi konflik yang ada di masyarakat.

“Pada simposium ini banyak muncul gagasan dan pemikiran bagaimana mencegah dan mengatasi konflik yang sedang marak. Gagasan itu diharapkan melahirkan sebuah produk perundang-undangan yang khusus mengatur resolusi konflik di Indonesia,” kata Hardi.

UU Resolusi Konflik itu, hemat Hardy, akan mengatur dua hal, yaitu bagaimana menata kembali daerah yang pernah dilanda konflik dan bagaimana melakukan pencegahan dini agar konflik tidak terjadi lagi.

Hardy prihatin dengan sejumlah konflik di Poso, Ambon dan Papua yang belum bisa diselesaikan secara menyeluruh dan tuntas. Penangkapan pelaku terorisme dan pelaku-pelaku lainnya yang terlibat dalam konflik belum juga menyelesaikan konflik tersebut sepenuhnya.

Presiden Yudhoyono sendiri menilai penyelesaian konflik memang harus diselesaikan secara sungguh-sungguh. Sejumlah konflik di tanah air, hemat Presiden, umumnya muncul pasca reformasi, berkaitan dengan benturan antaridentitas. “Hal ini sejalan dengan demokratisasi dan kebebasan yang makin mekar,” jelas Presiden saat menjadi pembicara utama dalam Simposium Pemuda Nasional Indonesia (SPNI) itu..

Menurut Presiden Yudhoyono ada lima pilar untuk resolusi konflik di Tanah Air. Kelima pilar itu adalah, pertama, mencegah konflik. Presiden menilai ini adalah jalan yang paling murah dan baik apabila berusaha tidak membiarkan kopnflik sekecil apa pun terjadi terkait dengan identitas.

Presiden menilai jalan penyelesaian konflik dengan pengerahan militer bukan cara tepat dan bermartabat, karena sudah pasti akan ada jatuh korban jiwa. Jadi, pilar keduanya adalah cara terbaik adalah menyelesaikan konflik dengan jalan damai dan beradab.

Pilar ketiga, menurut Presiden adalah tidak ada negosiasi tanpa memberi dan menerima. atau dengan kata lain kompromi. Dan yang keempat, sebut Presiden adalah kepemimpinan.

Tidak cukup sampai di situ, setelah semuanya selesai dikelola yang terakhir yang menjadi pilar kelimanya adalah manajemen pasca konflik.

“Setelah berhasil menyelesaikan konflik yang berkecamuk, langkah selanjutnya pengelolaan pascakonflik. Rekonstruksi menjadi sangat penting,” imbuh Presiden.

Menyahuti keinginan peserta simposium agar pemerintah menerbitkan UU Resolusi Konflik, Presiden menyatakan akan segera mengeluarkan Instruksi Presiden untuk mempercepat proses pemulihan serta pembangunan di daerah pasca konflik, utamanya Poso. Inpres tersebut berisi model serta pola penangnanan Poso secara menyeluruh. Baik dalam sektor pembangunan, keamanan dan yang lainnya.

“Inpres penanganan Poso akan saya terbitkan,” tegas Presiden.

Presiden Yudhoyono juga mengingatkan, sebagai bangsa yang hidup dalam berbagai aspek perbedaan, kesadaran untuk mengelola konflik merupakan hal sangat mendasar dalam melakoni kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Presiden yakin bahwa potensi mengelola konflik secara beradab ada pada tokoh-tokoh pemuda, tokoh agama, tokoh adat serta pejabat pemerintah daerah. Agar potensi tersebut termanifestasikan dengan baik, Yudhoyono memberi sejumlah tips berdasarkan pengalamannya bersama Wapres Muhammad Jusuf Kalla menyelesaikan konflik di berbagai wilayah Tanah Air selama ini.

Secara umum gagasan-gagasan Presiden sejalan dengan keinginan para pemuda dalam simposium tersebut.

Hardy menyatakan bahwa pikiran-pikiran Presiden justru mencakup apa yang diinginkan oleh para pemuda dalam simposium tersebut.

“Kita melihat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki gagasan-gagasan dan pemikiran luar biasa dalam pengelolaan konflik di Indonesia. Ia memang punya pengalaman untuk itu, penyelesaian konflik di Poso, Ambon dan Aceh yang dilakukannya bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla adalah prestasi luar biasa. Meskipun kita akui masih banyak yang harus diselesaikan,” papar Hardy.

Ia punya pikiran sejalan dengan Presiden agar penyelesaian konflik di Tanah Air ditempuh dengan cara-cara yang damai, bermartabat dan beradab, bukan dengan jalan pengerahan kekuatan militer yang akan menambah masalah baru lagi.

Terkait keinginan agar Pemerintah menerbitkan UU Resolusi Konflik itu adalah tawaran konkrit Pemuda Indonesia sebagai sumbangan bagi penyelesaian konflik di Tanah Air. Penerbitan Inpres, menurut Hardy, adalah langkah jangka pendek memberikan payung hukum penyelesaian konflik, dan langkah-langkah pasca konflik, termasuk penegakan hukum. Namun kemudian UU Resolusi Konflik itu adalah keniscayaan adanya karena bersifat lebih mengikat.

Sementara itu, menurut M Ichsan Loulemba, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia asal Sulawesi Tengah, menilai masalah Poso dan sejumlah daerah pasca konflik lainnya memang harus diselesaian secara integral, komprehensif dan berkelanjutan.

“Presiden SBY perlu memberikan mandat bagi pembentukkan badan khusus yang mengoordinasikan berbagai sektor pemerintahan sekaligus penghubung dan supervisi antara Pemerintah Pusat dan Daerah,” hemat Ketua Kaukus Daerah Konflik dan Pasca Konflik DPD RI itu.

Pembentukan badan khusus semacam Badan Rekonstruksi Rehabilitasi (BRR) NAD-Nias, menurutnya, adalah alternatif solusi. “Sudah tiga Pansus Poso di DPR, juga sudah berganti empat presiden. Namun masalah Poso belum juga selesai. Masing-masing pihak tidak boleh lagi berjalan sendiri. Tidak bisa lagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Kepolisian jalan sendiri-sendiri seperti sekarang,”ujarnya.

Nantinya, Imbuh Ichsan lagi, badan serupa ini bisa untuk menangani daerah-daerah bekas konflik lainnya di Indonesia, semisal Maluku dan Maluku Utara.***

Filed under: Uncategorized

Presiden Minta TNI dan Polri Persuasif di Poso

Poso – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di Poso mengedepankan langkah persuasif dan membangun kebersamaan dengan para pemuka agama dan tokoh masyarakat. Presiden Yudhoyono juga meminta menghindari kesan seolah-olah aparat keamanan memihak kepada golongan tertentu.

Hal tersebut disampaikan Presiden Yudhoyono saat melakukan peletakan batu pertama pembangunan Pondok Pesantren Modern Ittihadul Ummah di Tokorondo, Poso Pesisir Utara, Poso, Sulawesi Tengah, Selasa (1/5).

Presiden menegaskan pula sikap Pemerintah yang akan tetap bersikap adil kepada siapa pun dengan mengambil langkah penegakan hukum yang tegas.

”Penegakan hukum yang dilakukan aparat bertujuan melindungi mereka yang teraniaya sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945 yang harus dijunjung tinggi,” tandas Presiden.

Pada kesempatan sama, mengajak umat beragama di Poso dan di Tanah Air membangun kehidupan yang damai.

Presiden menegaskan perbedaan agama dan keyakinan tidak boleh menjadi penghalang untuk hidup berdampingan secara damai dan saling menghormati. Apa yang pernah terjadi di Poso, lanjutnya, harus menjadi bahan pelajaran yang sangat mahal.

Selain melakukan peletakan batu pertama pembangunan Pondok Pesantren Modern Ittihadul Ummah, Presiden Yudhoyono juga menyerahkan bantuan dana untuk pembangunan SD, Rumah Sakit, panti asuhan dan Sekolah Tinggi Theologia Tentena.

Menurut Presiden, jika saja semua umat beragama di Tanah Air bersungguh-sungguh dalam menjalankan ajarannya, maka sudah pasti bangsa Indonesia yang hidup dalam kemajemukan dapat mewujudkan perdamaian, sehingga mampu terhindar dari konflik dan kekerasan.

Presiden yang didampingi Ibu Ani Yudhoyono juga mengharapkan di masa depan tidak ada lagi jatuh korban akibat pertikaian antar agama.

“Kita tidak ingin lagi melihat jatuh korban, meski hanya satu orang. Kita juga tidak ingin lagi melihat gereja-gereka dan masjid-masjid menjadi rusak dan binasa,” demikian Presiden Yudhoyono.***

Filed under: Uncategorized

Motto

only from the heart can you touch the sky | jalaluddin rumi | 1207-1273 | turkish sufi mystic poet
May 2007
M T W T F S S
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
28293031  

Blog Stats

  • 11,155 hits